Selasa, 29 Mei 2012

Berguru dari Seorang Pengayuh Becak

Pengayuh becak pun bisa berperan sebagai guru......

Biasanya bila kita mendengar kata "guru" yang terbayangkan adalah sosok pengajar di sekolah formal. Status guru formal didasarkan pada surat tugas dari yang berwenang bahkan surat kepeutusan resmi dari pejabat tertentu. tidak boleh sembarang orang melakukan tugas sebagai guru di sekolah formal. Biasanya untuk diangkat sebagai guru, yang bersangkutan harus memenuhi atau memiliki beberapa kompetensi tertentu, misalnya ijazahnya harus memenuhi syarata, umur tidak melebihi batas yang ditentukan, cakap, kompeten dan lain - lain . Akan tetapi dalam kehidupan kita membutuhkan peran - peran guru non formal maupun informal yang tidak memerlukan syarat-syarat tersebut. Seorang ulama, kyai, uztad, orang tua, atau bahkan siapapun yang memiliki pengetahuan dan pengalaman atau kearifan bisa saja disebut sebagai guru non formal.

Beberapa hari yang lalu gw bertemu dengan seorang pengayuh becak dan berbincang - bincang sedikit bersama beliau. Gw pada dasarnya memang suka berbincang dengan pengayuh becak daripada melamunkan hal yang tidak jelas. Banyak orang memandang pengayuh becak dengan sebelah mata. Pandangan seperti itu tidak terlepas dari citra yang dibangun oleh pengayuh becak tatkala mencari dan melayani penumpang. Tidak jarang pengayuh becak berebut penumpang jasanya dengan cara setengah memaksa. Para calaon penumpang sekalipun perlu, tidak semua suka dengan cara - cara seperti itu, sehingga untuk mengekspresikan ketidaksukaannya, meraka menghindar atau tidak peduli dengan penjual jasa transportasi jarak pendek ini. 

Beberapa dari mereka berbeda, salah satunya pengayuh becak ini. Ketika gw bertanya berapa harga yang harus gw bayarkan untuk diantarkan ke alamat yang gw tuju, beliau menjawab, berapa kira - kira harga yang pantas. Padahal pengayuh becak pada umumnya tidak melakukan hal seperti itu. Calon penumpang diajak bernegosiasi dengan tawar menawar harga yang kadang kala harga yang dipatok tidak masuk akal tingginya. Tapi dari pengayuh becak ini gw menemukan beberapa hal yang menarik. Diantaranya beliau sudah menekuni pekerjaan ini selama berpuluh tahun. selama itupun beliau tidak pernah merasa rendah diri. Dalam perbincangan itupun beliau bercerita memiliki seorang anak yang tamat dari fakultas kedokteran di Universitas Indonesia. sekarang anaknya itu sudah bekerja sebagai dokter. Sekalipun begitu beliau tidak mau berhenti dari pekerjaan sehari-hari sebagai pengayuh becak, kemudian menggantungkan hidupnya pada anaknya. Beliau mengatakan bahwa pekerjaan apa saja tidak perlu dipandang rendah, apasaja beliau lakukan asal mendapatkan rezeki yang halal. Beliau berujar tidak mau membebani anaknya, meskipun anaknya telah berkali- kali meminta beliau berhenti bekerja. Yang menarik lagi bagi gw adalah selama perjalanan, beliau selalu menyebut Asma Allah, seperti Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar. Disela- sela berhenti dari berbicara beliau tidak henti-hentinya berdzikir. Beliau juga mengaku bahwa setiap masuk waktu sholat, beliau lebih memilih meninggalkan becaknya pergi ke mesjid atau mushalla terdekat. Untuk sholat berjamaah. Bahkan gw pernah di hari Jumat menggunakan jasa beliau dengan gratis, ternyata setiap hari jumat beliau memang menggratiskan jasanya semata - mata untuk bersedekah.

Gw yang tamatan S1 ini sangat mengagumi sosok beliau. Sekalipun tidak sediikit orang yang melihat mata pencaharian ini sebagai pekerjaan yang sepele, ternyata telah dilakukan oleh orang yang berhati mulia. Beliau memiliki karakter yang tinggi, yaitu sabar, ikhlas, tawakkal, pandai bersyukur da istiqomah. Beliau selalu berupaya mendekatkan diri dengan Allah SWT dengan jalan melaksanakan sholat tepat waktu, 

Setelah perbincangan pertama gw dengan beliau, gw berpandangan bahwa sebuah pelajaran bisa kita dapatkan dari siapapun dan dimanapun, bahkan dari pengayuh becak. Selain itu tidak selayakny kita memandang rendah suatu jenis pekerjaan, hanya karena jenis itu mendatangkan hasil yang kecil. Terhadap harta semestinya kita tidak hanya melihat aspek jumlahnya, melainkan juga memperhitungkan tentang status halal - haramnya, dan bahkan lebih dari itu adalah kandungan berkahnya. 

Apalah artinya harta belimpah jika semua itu diperoleh dengan cara yang tidak halal. Apalah artinya jabatan tinggi dan dianggap mulia, jika jabatan itu hanya mengantarkan pemiliknya ke penjara. Orang yang sehari - hari mangayuh becak, sekalipun penghasilannya tidak seberapa, tetapi ternyata lebih selamat dan InsyaAllah lebih mulia.



Makassar 24 Juni 2012

*Tulisan ini saya persembahkan kepada Dg. Nanring :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar