Selasa, 02 April 2013

(Lanjut) Sekolah S2

Kerinduan gw akan bangku kuliah dan dunia akademis memang tak pernah padam. Hal ini yang menjadi pemicu pembicaraan random menyoal tingkat pendidikan di bangku perguruan tinggi, di kantor hari ini.  Seorang kepala bagian di kantor memberikan komentar, katanya Jaman dulu, tahun 60an, pendidikan tertinggi biasanya hanya sampai sarjana. Tapi hari ini ada program sarjana, magister, dan doktor.  

Kegairahan mahasiswa sekarang untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sangat membanggakan. Sekarang ini lulus S1 saja dianggap belum cukup, masih “nanggung” gitu, maka ketika ada peluang mengikuti progarm S2 di dalam atau luar negeri, kenapa nggak dicoba? Mumpung masih muda, belum banyak tanggung jawab (punya suami, istri atau anak), gairah belajar masih semangat 45, maka mengambil program S2 adalah pilihan alumni saat ini selain bekerja. Apalagi lembaga pemberi beasiswa cukup banyak jumlahnya. Di Indonesia saja ada lembaga Pemerintah seperti Dikti (Direktorat Perguruan Tinggi) dan Depkominfo (Departemen Komunikasi dan Informatika) gencar menawarkan puluhan hingga ratusan beasiswa untuk mengambil S2 dan S3 di dalam maupun di luar negeri Lembaga swasta seperti Sampurna Foundation juga menawarkan puluhan beasiswa S2 bagi lulusan S1. Masih banyak lagi lembaga swasta yang memberikan beasiswa pasca sarjana, sayang gw tidak hafal nama-namanya. Ada yang tahu? Kualifikasi S2 sudah menjadi kebutuhan saat ini. Menjadi dosen di PTN saja misalnya harus yang mempunyai kualifikasi S2 (kecuali beberapa PTN di Jawa yang mensyaratkan dosen baru dengan kualifikasi S3). Banyak instansi (setahu gw instansi Pemerintah) yang mendorong pegawainya untuk mengambil S2 (umumnya S2 di dalam negeri). Program S2 di dalam negeri dengan kualitas dari A sampai Z ada di mana-mana. Tidak hanya di koat-kota besar, PTS di kota kecil atau kabupaten pun banyak yang menawarkan program S2.

Yang menarik adalah tidak semua lulusan S1 itu mengambil S2 sesuai dengan program studinya ketika S1. Alumni almamater gw contohnya, waktu S1 Mengambil jurusan AKK begitu mendaftar S2 banyak juga yang “lari” ke jurusan MARS atau Biostat. Gw pikir tidak apa-apa juga, mungkin dia punya talenta di bidang baru itu, atau tertarik ingin mendalaminya, atau ingin memperkuat basis keilmuannya. 
Meskipun di Indonesia lulusan S2 sudah banyak jumlahnya, tetapi penghargaan perusahaan kepada para master ini masih dirasa kurang. Jika mereka melamar pekerjaan di perusahaan, kualifikasi S2 mereka tidak terlalu diperhatikan, mereka diperlakukan sama seperti lulusan S1, terutama standard gaji. Nggak salah juga sih sebab yang namanya perusahaan dalam spesifikasi lowongan kerjanya memang tidak membutuhkan level pendidikan yang tinggi-tinggi. Jadi, untuk kondisi di Indonesia saat ini mengambil kuliah S2 bagi sarjana S1 yang baru lulus memang bukan untuk kebutuhan melamar pekerjaan (kecuali untuk menjadi dosen) atau untuk jenjang karir (kecuali bagi yang udah bekerja di instansi Pemerintah), tetapi lebih pada pengembangan diri si mahasiswa itu sendiri. Ada pendapat?
Makassar, 2 April 2013
NSNS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar