Akhir-akhir ini gw sering melakukan perjalanan ke luar kota, bertemu dengan
masyarakat di daerah terpencil dan tentunya sebisa mungkin berinteraksi dengan
anak-anak kecil di sekitaran tempat gw mangkal untuk sementara waktu.
Sudah dua malam itu gw ke rumah salah satu warga yang jadi tempat belajar dan
mengaji anak-anak kecil sekitaran daerah tersebut. Anak-anak ini sudah mulai
akrab sama gw, bahkan mereka menyebut gw dengan sebutan Bu Guru. Sebutan yang
menurut gw sangat WAHHHH. Dua malam berinteraksi, gw menangkap bahwa mereka adalah anak-anak yang aktif dan selalu ingin tahu,
ada banyak pertanyaan yang selalu mereka lontarkan ketika bertemu dengan gw. Kurangnya akses mendapatkan informasi membuat animo mereka saat bertemu dengan "sumber informasi baru" terasa seperti letusan gunung merapi yang mengaliri banyak lahar mengisi dataran tandus pengetahuan mereka.
Diskusi malam itu gw mulai dengan pertanyaan iseng ke anak-anak yang gw taksir
rata-rata masih kelas 3 – 6 SD, “Apa cita-cita kalian jika sudah besar nanti?”.
Beberapa dari mereka menjawab ingin menjadi pekerja tambang minyak, yang
lainnya ada yang ingin menjadi guru. Alasannya simpel itulah profesi yang
sering mereka lihat. Tak satupun yang ingin jadi presiden, menteri, atau profesi
lain yang menurut gw agak sedikit canggih. Tapi diantara puluhan anak malam
itu, ada satu anak yang menarik perhatian gw.
Rofiq Ulupati. Bocah laki-laki ini memang paling kalem diantara mereka. Entah
kenapa dari awal gw merasa nyambung berbicara dengannya, pemikirannya dewasa,
realitis, padahal umurnya baru saja menginjak 12 tahun. Dia adalah murid kelas
4 SD. Menurut gw sangat tidak wajar usia 12 Tahun tapi masih kelas 4 SD. Iseng gw
pun nanya “Ose kenapa baru kelas 4 SD?”. “Beta seng pernah tinggal kelas bu
guru, hanya saja beta sempat putus sekolah” ujarnya menangkap kecurigaan gw.
“Ose pung cita-cita kah? Seng? Apa?”, tanya gw dan disambut dengan jawaban
“Beta seng tau eh bu guru mau jadi apa, karena setinggi apapun cita-cita beta, yang
beta tau beta harus kasih bahagia beta pung orangtua. Itu saja.”
Kalimat yang gw dengar saat itu entah kenapa menjadi sangat berbekas hingga
saat ini tidak hanya dalam pikiran tapi dalam hati gw. Seorang bocah lelaki
dengan wajah polosnya dengan alunan nada suara yang tanpa beban telah
mengajarkan gw satu hal. Benar bahwa setinggi dan sehebat apapun cita-cita yang
seorang anak miliki tujuan akhirnya adalah membahagiakan orangtua.
Ternate, 28 Februari 2013
Regards,
NSNS
Regards,
NSNS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar